Heemm.. kali ini saya ingin memposting hasil reportase saya di kampung halaman. Reportase ini sebenarnya gag disengaja, tiba-tiba saja adik saya yang lagi duduk di bangku SMA sms, kalau dia mendapat tugas membuat berita mengenai kondisi terkini. Narasumber siapa saja.
Pas, kata saya. Setelah muter-muter cari ide, akhirnya ke sawah. Ya. saya ingin tahu bagaimana 'kinerja' petani kalau lagi musim tak menentu, seperti saat ini. Langsung saja, cekidot, ini beritanya :
Cuaca Bingung, Petani Pilah-Pilih
Kini, siapa yang bisa memprediksi cuaca? Tak hanya di musim penghujan, hujan juga turun saat musim kemarau. Kondisi ini menyebabkan banyak petani yang bingung dengan jenis tanaman yang akan ditanam pada sawahnya. Termasuk Sunardi, petani asal Kanigaran, Probolinggo ini.
Sunardi mengaku, musim yang tak menentu ini membuat dirinya sangat berhati-hati memilih jenis tanaman yang akan ditanam. Saat ini, pria yang dikaruniai 3 anak ini, mempersiapkan sawahnya untuk menanam kacang tanah. ”Tanaman yang masih bisa bertahan meski cuaca kadang panas, kadang hujan, ya kacang tanah,” ujar Sunardi.
Sunardi memiliki pengalaman pahit atas hasil panennya beberapa waktu terakhir ini. Saat musim kemarau, Sunardi menanam jagung. Namun, jauh dari prediksinya dalam kemarau, hujan malah turun lebat dan berlangsung lebih dari sehari. Akibatnya, jagung miliknya gagal panen.
Pekan lalu, guyuran abu vulkanik dari Gunung Bromo juga membuat bawang yang ditanam pada lahan seluas 800 meter persegi itu gagal panen. Tak ayal, jutaan rupiah begitu saja melayang.
Mendapat musibah demikian, tidak membuat sosok pekerja keras ini patah semangat. Sunardi berusaha bangkit dan segera kembali menggarap sawahnya. Ia berusaha memasrahkan rejekinya kepada Tuhan. ”Saya hanya berusaha, entah nanti gagal lagi, Tuhan yang Mengatur,” ungkap Sunardi.
Kali ini, Sunardi membuat siasat agar sawahnya cocok ditanami kacang, diantaranya membuat aliran pembuangan air. ”Tujuannya agar air tidak mengendap, karena kacang akan busuk jika terendam air terlalu lama,” jelas Sunardi. Air yang mengendap ini utamanya berasal dari curahan air hujan yang tak menentu.
Menurutnya, dibutuhkan sekitar 120 kilogram bibit kacang tanah. Bibit tersebut ia peroleh dengan merogoh kocek sendiri, tanpa bantuan pemerintah atau lembaga lain. ”Ya modal dari saya, kalau untung ya untuk saya, kalau rugi, saya yang nanggung,” ungkap Sunardi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan sempatkan untuk memberi komentar..