tulisan mbak Sinta Yudisia, penulis yang juga alumni STAN yang suaminya bekerja di Kementerian Keuangan
............
Untuk kesekian kali, gaji PNS kembali disebut-sebut sebagai pemborosan Negara. Salah satu yang sering dituding paling boros adalah departemen Keuangan, dengan remunerasi yang lebih tinggi dari gaji pokok. Departemen lain konon sering memprotes dan entah berapa kali, issue remunerasi ini akan dihapus. Pertimbangannya boros, dan banyak orang Pajak yang menduplikasi kerja Gayus alias sabet sana sini sehingga memiliki asset rumah tak kira-kira, rumah dan deposito berbunga-bunga.
Sepertinya, stigma pegawai Pajak memboroskan uang Negara dan penuh tikus-tikus koruptor sangat sulti dihapus. Bahkan suatu saat, saya pernah bertemu pejabat dari BUMN yang mengatakan “saya kenal semua orang Pajak dan semuanya busuk!”
Eh? Apa ia kenal suami saya? Apa ia kenal teman-teman saya?
Sedikit kisah dibawah semoga membuat kita tersadar bahwa di antara sekian banyak koruptor, diantara penjahat, diantara para perampok Negara masih terdapat puluhan, ribuan, ratusan ribu pegawai jujur yang mencintai Indonesia. Di samping itu takut pada sebuah analogi sederhana : makan uang haram, besok-besok anak-anaknya jadi orang yang hanya bisa mempermalukan orang tua.
1. Mutasi berkala
Rutin, sekitar 4 tahun sekali, seluruh pegawai pajak dan keluarganya cemas. Mutasi kemana lagi? Keluar Jawa? Sumatera Kalimantan? Atau ke tempat yang bahkan tak tercantum dalam peta?
Bila anak masih kecil-kecil, biasanya selalu ikut suami pindah. Tapi seiiring usia anak, sangat sulit memboyong kesana kemari, lagi pula tak semua anak cepat beradaptasi. Bahkan terkadang, mutasi sangat singkat, 2 tahunan saja. Saya pribadi bukan pegawai pajak, tapi cukup dekat untuk tahu kondisi teman-teman dan tentu saja, keluarga kami sendiri.
Mutasi biasanya diikuti sejumlah uang, yang jumlahnya, hanya menghitung ongkos keberangkatan istri, anak , dan pembantu. Di luar itu : mengontrak, masuk sekolah, membayar hutang dll, mana mungkin dipikirkan Negara?
Maka, ketika orangtua heran, kami tak punya alat elektronik hebat macam televisi layar datar, home theatre atau mobil ratusan juta; saya menjelaskan : tabungan kami biasanya terkumpul 3-4 tahun. Dan langsung habis dipakai saat suami mutasi. Teman-teman pun mengaku demikian, bahwa mutasi regular benar-benar menguras habis kantong.
Maka, akhirnya banyak keluarga Pajak yang memilih tetap tinggal di kampung halaman, berpisah dari suami tercinta. Kalau suami hanya Sumatera/Kalimantan, okelah. Kalau Papua? Ongkos berjuta-juta sekali PP tak cukup dari gaji+ tunjangan. Mereka rela menabung berbulan-bulan untuk bertemu anak istri tercinta. Kalau mau korupsi, tentu bisa. Tetapi siapa menjamin? Banyak teman-teman bertahan dengan suami PJKA – pulang jumat kembali ahad.
Saya sungguh salut pada pegawai pajak yang masih mencintai keluarga mereka, rela berburu tiket murah, rela menempuh perjalanan jauh dengan kereta api, bis, travel…bahkan kapal dan perahu! Orang-orang yang mencintai keluarga, mencintai tanahair dan bangsa. Terkadang, mereka malah tak bisa pulang akhir tahun karena harga tiket yang melangit!
2. Verifikasi lapangan
Kalau IRS Amerika sangat mentereng, dilengkapi senjata api, pegawai pajak verifikasi lapangan atau visit wajib pajak dengan mobil dinas. Name tag dan baju rapi + dasi. Tak selalu disambut pengusaha dengan ramah, seringkali disambut anjing-anjing galak atau pembantu/ satpam yang berkata : Tuan gak ada! Gak tau kemana!
Verifikasi lapangan di tengah hujan, panas, pojok pajak di mall-mall terkadang hari libur hingga malam menjelang. Sering saya berseloroh : ada duitnya gak, Mas? Suami hanya tertawa. Yang mengharukan, bila Pojok Pajak-hari libur di Mall mewah yang tidak terbayang oleh pegawai , maka anak istri menjenguk untuk sekedar jalan melihat-lihat. Melihat-lihat saja. Suami sempat bercerita bahwa ia ikut jaga pojok pajak di mall yang menyediakan counter/tenant permata. Takjub melihat permatanya, ingin membelikan saya sebuah cincin tapi lihat harganya kayaknya mending lupakan saja….hehe. Lagian, kalau saya pakai cincin begitu, nanti malah gak bisa tidur, kepikiran harus bayar pakai apa
3. Suap
Yang ini berseliweran di kantor. Tapi sesungguhnya, bukan hanya di kantor Pajak saja kan? Guru, polisi, anggota dewan, dll berpotensi sebagai koruptor. Cara korupsi? Gampang saja. Kalau WP kena pajak sampai 1 M, bisa dinihilkan atau dikurangi hingga 100 juta. WP bisa membayar petugas pajak 100 juta. Toh ia sudah untuk 800 juta.
Memang, ada orang-orang Pajak yang kekayannya menakjubkan. Rumah di kompleks mewah, mobil rakitan Eropa. Tapi yang macam ini sedikit, jauh lebih banyak yang tetap dalam keadaan sederhana & prihatin.
Kenapa?
Indonesia bertradisi religi. Banyak orang percaya karma, takut berbuat buruk karena besok akan dibalas juga, langsung atau mengenai anak keturunan. Belum lagi, cerita kantor yang menyebut seorang pejabat X, dulu sangat suka korup. Dampaknya, main perempuan. Bayangkan kekayaannya : sekali main dengan perempuan, ia membelikan baju butik untuknya satu etalase! Akhir hidupnya menyedihkan, uang korupsi yang M-M-M habis gak karuan. Menjelang meninggal pak X bahkan tak punya uang hanya untuk sekedar menambal ban.
Cerita-cerita macam itu makin menguatkan pegawai pajak : apa yang dimakan anak istri, adalah yang halal!
4. Kontraktor, penyicil
Banyak pegawai pajak yang masih ngontrak hingga belasan tahun, baru mampu menyicil rumah dan mengumpulkan DP di tahun ke 15. Rumah dulu atau mobil dulu? Tergantung…yang punya kemampuan mencicil rumah dan mobil, biasanya yang suami istri bekerja. Apa gajinya kurang? Banyak atau sedikit, harus disyukuri. Tetapi mutasi regular, harga-harga yang menanjak cepat, membuat pegawai pajak pun harus berhitung cermat apalagi bila memiliki anak lebih dari 2! Askes dan pensiun hanya sampai anak ke2, bila ingin mempersiapkan masa depan anak 3,4,5 dst maka harus semakin mengencangkan ikat pinggang
5. Bisnis sampingan
Itulah sebabnya, para istri pegawai pajak mengusahakan bisnis sampingan seperti catering, laundry, rental. Pegawai pajak tak sempat lagi memikirkan bisnis sampingan –meski ada yang memang trampil berbisnis- sebab waktunya habis dari jam 7- 5 sore mengurus hal ihwal pajak yang semakin mencekik di akhir tahun atau sekitar April-Mei.
Pegawai pajak, sama saja dengan pegawai lain yang di tanggal 10-15, mulai banyak-banyak berdoa untuk sampai di tanggal 31. Para istri mencermati uang, membaginya susah payah. Bila ada energy sisa, beberapa pegawai pajak mengajar Brevet. Bila tidak, maka ansich dari pendapatan bulanan
6. Keluarga sakinah
Meski bertahan dalam stigma, bertahan dalam tuduhan dan issue hapusnya remunerasi,bertahan dalam mutasi sekonyong-konyong yang menghabiskan uang hingga ke rupiah terkecil; mereka yang tetap jujur istiqomah mendapatkan banyak hal berharga yang jauh lebih mahal dari uang ratusan juta, milyaran. Sebuah keluarga sederhana yang solid, dengan anak-anak sehat dan pintar yang menghargai seorang ayah jujur yang tulus.
Saya sering terharu melihat keluarga pegawai Pajak yang tetap sederhana dalam rumah kecilnya, dalam kendaraan roda dua, pakaian sederhana dan semua pola hidup ng jauh dari unsure mewah Tetapi melihat betapa terhormatnya seorang lelaki yang bertanggung jawab menafkahi keluarga dengan harta halal, saya yakin, keluarga-keluarga ini akan selamat dunia akhirat InsyaAllah.
Dan di akhir tahun, para pegawai Pajak sibuk mengejar WP yang enggan menunaikan kewajiban pajak, demi memenuhi kas Negara untuk menjalankan APBD dan APBN. Sebagai istri dengan pemikiran sederhana saya bertanya, melihat suami yang kepayahan luar biasa baik fisik dan mental, “ emang, kalau memenuhi target, dapat apa Mas? Penghargaan atau kompensasi dari Negara?”
Jawabannya saya sudah tahu, gelengan kepala.
Kepada anak-anak, saya tekankan.
Bahwa ayahnya adalah salah satu pegawai jujur yang hingga kini masih bersepeda motor kemana-mana. Ayahnya bukan pegawai rendahan, tapi kepala seksi.
“Kapan kita beli mobil?” kata anakku.
4 anak dengan sepeda motor memang sudah tak layak.
“Secepatnya,” kataku. “tahun depan, InsyaAllah.”
Aku mengingatkan anak-anakku bahwa ketika kampi membeli rumah seluas 200m2 di Surabaya, semua adalah rizqi Allah SWT. Kami saat itu tidak punya kemampuan, tapi Allah membantu. Kalau mau beli mobil sekarang dengan uang ‘panas’, bisa.
“Tapi apa kalian mau, rumah kita mewah , mobil banyak, tapi rumah kita selalu berisi pertengkaran? Kalian tak sehat jiwaraga? Ada sebuah kunci lain dalam rizqi bernama barakah.”
Alhamdulillah, anak-anak memahami kejujuran. Mereka taat pada orangtua, rajin mengaji, suka mendengarkan nasihat. Mereka bersemangat mendiskusikan beragam hal mulai agama, politik, ummat, ilmu pengetahuan. Kalau ada masa-masanya nakal…ya, tak mungkin selamanya baik-baik saja . Tapi, bahkan saat anak-anak dalam keadaan sangat memancing kesabaran, ucapan ini sangat bertuah : Ummi nggak ridho! Siapa yang mau doa Ummi?
Bila, tanggal tua, meja makan kami kosong, maka anak-anak akan berkata,
“…..Ummi Abah lagi bersabar ya?”
Bukan hanya anak-anak kami yang demikian. Banyak anak-anak lain yang dibesarkan oleh orangtua yang jujur, memiliki komitmen dalam hidup.
Memiliki anak yang sholih, taat, tampaknya harus dimulai dari rizqi yang halal.