Ini kisah perjalanan saya, seorang karyawan dengan penghasilan rutin per bulan. Alhamdulillah cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari, di samping saya diberi limpahan nikmat dan rezeki lain seperti sehat, dapat beribadah dan bekerja dengan tenang, dan diberi keluarga bahagia. Saat ini saya sudah menikah dan memiliki seorang anak. Tentu perlu manajemen keuangan yang baik agar ekonomi keluaga stabil dan segala tujuan dapat tercapai.
Sebelum menikah, perilaku saya konsumtif dan enggan menabung. Saya cenderung membiarkan begitu saja uang di rekening payroll gaji yang kapan pun bisa diambil sesuka hati. Karena itu, tiap bulan gaji saya hampir terkuras habis, tidak tahu ke mana uang itu. Sampai ketika saya mengutarakan maksud untuk menikah kepada ibu saya, beliau memberi nasihat kepada saya. “Mulai menabung, kebutuhan rumah tangga jauh lebih besar, tapi bisa ditekan apabila terbiasa hemat. Ngatur uang itu soal kebiasaan, jadi harus mulai sekarang,” tutur Ibu dengan perlahan.
Saya mulai sadar. Tabungan saya tidak banyak. Bukan biaya menikah yang saya risaukan, tapi kebiasaan konsumtif ini yang saya khawatirkan terus berulang hingga menikah. Terpikir bagaimana saya bisa memiliki rumah dengan keluarga nanti, apabila tiap bulan ada saja pengeluaran yang sia-sia. Cita-cita memiliki mobil tanpa hutang, tapi tiap bulan tidak ada uang tersimpan. Visi keuangan saya tidak sejalan dengan misi yang harusnya dilakukan. Namun, saya belum mendapatkan solusi formula yang pas untuk mengatur keuangan. Ketika kemudian saya menikah, uang tabungan saya habis untuk membiayai keperluan kepindahan istri ke Makassar dan membeli beberapa perabotan rumah dan keperluan lain. Saya tidak kaget karena saya memang mempersiapkan tabungan untuk mengawali rumah tangga.
Bulan pertama saya lalui bersama istri, saya berpikir harus berubah. Paling dasar dan utama memperbaiki kualitas iman, perbanyak ilmu-ilmu agama termasuk mulai mempelajari konsep-konsep keuangan syariah. Saya sadar harus menghilangkan sikap konsumtif. Selama ini, menabung di rekening bank konvensional dirasa tidak membuat kondisi keuangan makin baik, entah kenapa saya juga tidak tahu pasti alasannya. Untuk itu saya juga harus menemukan cara menabung baik dan benar, yang bikin hati ini tenang. Keresahan-keresahan ini timbul dari pemikiran dua perempuan yang saya cintai, ibu dan istri saya.
Sejak kecil, Ibu menerapkan prinsip dalam rumah tangganya, bahwa kita pasti bisa hidup tanpa berhutang. Istilahnya, selama hari esok masih memiliki beras untuk dikonsumsi, maka pantang untuk berhutang. Makna yang saya pahami, Ibu yakin Allah akan menolong kita dengan rezeki yang cukup. Kebutuhan pokok tercukupi, sisanya akan ditabung. Tabungan ini sedikit demi sedikit dikumpulkan untuk dibelikan sebidang tanah. Kemudian menabung lagi sembari menekan pola hidup konsumtif. Setelah terkumpul kembali, dana tabungan digunakan untuk membangun pondasi rumah. Apabila tabungan habis, pembangunan rumah dihentikan dan menabung lagi. Begitu seterusnya hingga kami memiliki rumah tanpa hutang. Prinsip hidup Ibu, kalau tidak dalam kondisi darurat, sebaiknya tidak berhutang. Prinsip ini menjadi dasar berpikir bagi saya bagaimana membeli sesuatu tanpa hutang. Ibu juga khawatir jika berhutang, bunganya akan besar dan jumlah hutang akan meningkat tanpa diketahui jelas sebelumnya. Ibu bercerita bahwa pada saat itu memang bunga bank menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat, namun diminati karena tidak ada alternatif lain untuk meminjam dana saat kebutuhan mendesak.
Perempuan kedua yang menggugah saya untuk hijrah atau memperbaiki keuangan adalah istri saya. Istri saya selalu memastikan uang atau barang serta manfaat apa pun yang saya terima halal, baik cara maupun wujudnya. Istri pula yang memastikan semua uang digunakan secara halal dan berwujud halal. Istri saya tidak pernah meminta kredit, apalagi mengajukan kartu kredit. Segala yang bisa dibeli sumbernya dari dana yang dimiliki saat ini. Konsistensi istri ini yang membuat saya mundur seribu langkah ketika berencana kredit mobil atau rumah. Sementara itu, saya juga tidak paham banyak soal pinjaman yang sesuai syariah. Yang saya tahu semua kredit berbunga dan bikin hati tidak tenang karena tiap hari hidup dengan dosa riba.
Sebagai suami, rumah tentu menjadi kebutuhan yang penting. Namun saat mulai pembicaraan ingin mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR), istri saya hanya bertanya sederhana, “Tapi itu berbunga ya?” Jleb, saya langsung tersadar. Saya tidak membantah, dalam benak memang setuju KPR pada umumnya mengandung riba. Nalar saya sederhana. Saya masih banyak dosa, kurang bekal akhirat, tapi saya malah nambah dosa riba lagi. Hukum syariat belum banyak tahu, bisa-bisa saya malah terjerat lilitan hutang. “Insya Allah suatu saat pasti punya rumah sendiri,” ucap istri jika saya mulai nampak pesimis. Alhamdulillah, bagi saya, istri merupakan hadiah istimewa yang Allah berikan untuk menjaga saya.
Saya mulai mengubah sistem keuangan dalam rumah tangga. Saya melihat kembali saldo tabungan saya di bank konvensional sebagai tempat payroll gaji tiap bulan. Tiap bulan, saya mendapat tambahan dana berupa bunga. Lalu saya berdiskusi dengan istri dan beberapa sahabat serta mendengar tausiah-tausiah mengenai keuangan syariah. Kesimpulan yang saya tarik, bunga bank konvensional didapat dari usaha apapun, tanpa memandang kehalalan usahanya. Sedangkan bagi hasil di bank syariah merupakan keuntungan dari hasil usaha yang halal. Selain itu, ada produk bank syariah yang tidak ada bagi hasil, jadi tabungan hanya sebagai titipan. Bagi saya yang masih awam, ini lebih aman. Bismillah, saya memutuskan untuk hijrah, memindahkan seluruh gaji tiap bulan ke bank syariah agar tidak lagi menikmati bunga-bunga bank. Meskipun, saya tidak menutup akun rekening di bank konvensional sebab menjadi rekening payroll gaji dan belum bisa dilakukan melalui bank syariah. Semoga suatu saat payroll gaji juga bisa langsung ke bank syariah.
Inilah awal mula momen saya berhijrah, memperbaiki manajemen keuangan rumah tangga agar tidak melanggar ketentuan Allah. Saya mulai mencari-cari produk perbankan syariah. Saya juga mempelajari fatwa-fatwa yang mendasari transaksi-transaksi di bank syariah. Selain itu, saya juga mencari informasi tudingan-tudingan miring terhadap bank syariah dan bagaimana jawaban atas tudingan tersebut. Saya makin tenang karena tahu uang yang kita tempatkan di bank syariah akan digunakan untuk kegiatan usaha halal dengan pengawasan ketat.
Saya jatuh hati kepada Bank Muamalat Indonesia. Pertimbangannya, Bank Muamalat Indonesia merupakan bank umum yang menerapkan prinsip syariah Islam pertama di Indonesia. Pendirian Bank Muamalat Indonesia pada 1 November 1991 yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta pemerintah Indonesia tentu membuat hati ini makin yakin. Tak hanya itu, Bank Muamalat Indonesia juga telah tersebar ke seluruh pelosok Indonesia sehingga tidak khawatir kesulitan mengakses layanan perbankan. Bahkan, Bank Muamalat Indonesia juga telah membuka cabang di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam kurun waktu kurang lebih 27 tahun ini, Bank Muamalat Indonesia dapat dipastikan telah memiliki pengalaman dan sudah memenuhi kriteria pengelolaan transaksi keuangan syariah. Bagi saya, eksistensi Bank Muamalat Indonesia hingga saat ini adalah bukti bahwa segala prosedur operasional telah dilaksanakan sesuai dengan hukum syar’i.
Hal lain yang membuat saya makin cinta adalah kampanye #AyoHijrah yang diluncurkan Bank Muamalat Indonesia sejak 8 Oktober 2018. Kampanye ini mengajak masyarakat Indonesia ke arah yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Sebab Islam tak hanya mengatur soal ibadah. Islam merupakan jalan hidup (way of life) sehingga segala hal ada tuntunannya agar baik dan berkah, termasuk dalam hal perbankan dan pengelolaan keuangan. Karena itulah, Bank Muamalat Indonesia menyediakan fasilitas perbankan syariah untuk umat Islam agar hidup lebih berkah. Semangat inilah yang juga sejalan dengan visi saya untuk memperbaiki pengelolaan keuangan rumah tangga. #AyoHijrah begitu kata hati saya.
Saya tak kesulitan mendapatkan cabang Bank Muamalat Indonesia di Makassar. Saya datang ke cabang terdekat di lokasi saya tinggal, yakni di kawasan Bukit Khatulistiwa Daya, Makassar. Saat mendatangi kantor cabang tersebut, saya disambut dengan ramah dan ucapan salam oleh bapak security yang bertugas. Saya membalas salam dan menyampaikan tujuan saya untuk membuka rekening. Bapak security tersebut menanyakan syarat yang harus dilengkapi, yakni KTP. Karena alamat yang tertera di KTP berbeda dengan domisili di Kota Makassar, saya diminta melampirkan surat keterangan domisili. Alhamdulillah, saya sudah menyiapkannya sehingga saya langsung diberi nomor antrian di customer service (CS).
Tiba giliran dipanggil CS, saya menjelaskan rencana membuka tabungan. Ibu CS tersebut lantas menjelaskan beberapa produk tabungan dengan pilihan akad dan layanan yang diberikan. Penjelasan yang disampaikan mudah untuk dipahami, bahkan untuk beberapa istilah perbankan syariah.
Setelah mempertimbangkan segala hal, saya membuka tabungan ib Hijrah dengan akad Wadi’ah Yad Dhamanah. Akad Wadi’ah merupakan salah satu akad menabung di bank syariah berupa titipan dana saya sebagai nasabah kepada pihak bank. Dengan akad ini, bank syariah dapat memanfaatkan dana titipan saya. Tentu atas izin saya sebagai pemilik dana dan bank syariah menjamin akan mengembalikan dana saya apabila dibutuhkan. Selain akad Wadi’ah, ada juga akad Mudharabah Mutlaqah, yakni nasabah memberi keleluasaan kepada bank syariah sebagai pengelola dana untuk menggunakan dana tersebut dalam bentuk usaha yang syar’i, baik, sehat dan menguntungkan, dengan tetap bertanggung jawab.
Buku Tabungan dan Kartu ATM yang saya miliki |
Perbedaan yang paling mudah saya pahami adalah, dalam akad Wadi’ah kita menitipkan dana ke bank syariah untuk disimpan. Sedangkan akad Mudharabah, dana kita akan digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha profit yang halal. Oleh karena itu, akad Wadi’ah tidak mewajibkan adanya bagi hasil kepada nasabah, sedangkan akad mudharabah ada bagi hasil sesuai kesepakatan. Dalam akad Wadi’ah di Bank Muamalat Indonesia ini, tidak dikenakan biaya layanan tiap bulan. Meski demikian, fasilitas yang saya dapatkan cukup lengkap dan sesuai dengan kebutuhan. Saya mendapatkan buku tabungan, kartu ATM, serta akses transaksi pada aplikasi mobile banking Bank Muamalat Indonesia. Proses mendapatkan rekening dan fasilitas perbankan ini saya dapatkan dalam waktu relatif singkat, hanya sekitar 15 menit. Setelahnya, saya dapat segera kembali ke kantor dan melanjutkan pekerjaan dengan hati yang lebih tenang.
Aplikasi mobile banking Bank Muamalat Indonesia |
Saya bisa menikmati layanan perbankan dimana saja dan kapan saja dengan smartphone |
Sejak memiliki rekening di Bank Muamalat Indonesia, keuangan rumah tangga mulai tertata. Gaji yang didapat di awal bulan langsung dibagi ke masing-masing pos pengeluaran. Dalam keluarga saya, pos pengeluaran meliputi pos sedekah bulanan, pos belanja rutin, pos kebutuhan suami dan istri, serta pos tabungan anak. Sisanya dibagi ke beberapa pos tabungan seperti tabungan rumah, tabungan mobil, dan tabungan haji. Semua tabungan ini ditempatkan di Bank Muamalat Indonesia.
Apabila tabungan ini sudah terkumpul, akan dialihkan menjadi deposito iB Hijrah, salah satu produk Bank Muamalat Indonesia juga. Bagi saya, sifat deposito lebih stabil karena penarikan dananya tidak semudah tabungan biasa sehingga bisa digunakan untuk keperluan dengan dana besar seperti rumah dan mobil. Mudah-mudahan saya bisa membeli rumah dan mobil seperti orang tua saya, membeli dengan tunai. Aamiin
Saya juga berencana membuka tabungan haji di Bank Muamalat Indonesia apabila dana yang terkumpul sudah mencukupi. Semoga Allah melancarkan niat baik ini, aamiin. Semoga Allah makin menjauhkan kita semua dari larangan-larangan-Nya termasuk diantaranya dosa riba, serta mendapat keberkahan di setiap rezeki termasuk umur kita. Aamiin.